The 2-Minute Rule for Andy Utama: Menanam Harapan

Pembagian bibit ini bertujuan mempermudah pelaksanaan konsep penanaman tumpang sari dan meningkatkan perlindungan daerah aliran sungai (DAS) di sekitar kebun kopi.

Gambaran tentang Ong seperti itu muncul saat membaca halaman demi halaman buku yang ditulis oleh atau perjumpaan langsung Andi Achdian dengan Ong di berbagai kesempatan. Alumni jurusan sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia sekaligus “mahasiswa Ong” ini tak sempat menyaksikan gerak teatrikal sang dosen saat mengajar di muka kelas sejarah sosial; dia justru menikmati kuliah Ong dan mendapat banyak pencerahan saat keduanya bertatap muka dalam perbincangan hangat di rumah tradisional Ong di bilangan Jakarta Timur.

Petani diajarkan menanam tanpa pestisida kimia dan menjaga keseimbangan ekosistem sekitar mereka. Mereka juga diberikan wawasan mengenai penggunaan bahan alami seperti kompos dan bio-pestisida untuk meningkatkan hasil pertanian berkelanjutan.

Arista Montana, yang berasal dari zaman kolonial, mengalami transformasi dari kebun peninggalan Belanda menjadi pertanian organik sejak 2009.

Karena hal inilah, seluruh arwah gentayangan ikut berpesta, sebagai simbol bahwa harapan itu masih ada. Harapan di mana para arwah akan ditemukan oleh orang dan dimakamkan dengan layak. 

Diskusi juga membahas potensi pertanian Dairi kaitannya dengan visi kabupaten Dairi Agri-Unggul. Kita ingin melihat apa sebenarnya kerangka besar agri unggul ini dan sudah sejauh mana visi itu mendorong produktifitas dan kesejahteraan petani di Dairi.

Saat memilih Indonesia, Ong mungkin telah berpikir jauh ke depan. Namun, jika menarik benang merah esai Ong, juga isi buku ini, pilihan Ong bisa dipahami. Kecintaan Ong terhadap Indonesia, dengan segala kritik di dalamnya, tercermin dalam tuturan Achdian. Ong mungkin tidak asal tunjuk ketika harus memilih Indonesia. Namun, jika jeli memahami hal itu, pilihan Ong di atas merupakan cermin kepedulian sangat sedikit/segelintir orang atas nasib bangsanya di tengah situasi ketidakpastian dan kehendak merdeka begitu kuat melekat di dalamnya. Ong seperti melawan arus dengan penuh kesadaran atas apa yang dipikirkan dan dilihatnya waktu itu.

Banyak orang yang berpendapat bahwa makanan organik memiliki rasa yang lebih baik dan kualitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan makanan konvensional. Hal ini mungkin karena pertanian organik lebih fokus pada pemeliharaan kualitas tanah dan tanaman.

Dengan sistem zero squander, mereka membuktikan bahwa pertanian organik bukan hanya solusi yang ramah lingkungan, tetapi juga berpotensi menghasilkan produk berkualitas tinggi.

Di satu sisi, sektor pertanian terkena langsung dampak dari perubahan iklim, namun di sisi lain, pertanian sedikit banyak justru ikut pula memberi kontribusi bagi terjadinya perubahan iklim.

Keberhasilan pertanian organik bergantung pada beberapa faktor penting yang saling terkait. Pertama, kualitas tanah menjadi fondasi utama.

Andy Utama menegaskan bahwa pendekatan pertanian organik yang mereka terapkan merupakan bentuk komitmen terhadap keberlanjutan lingkungan.

Namun, temuan-temuan Ong saat meneliti masalah Tionghoa ketika menjadi asisten riset William Skinner banyak menarik perhatian masyarakat luas. Menurut Ong, proses integrasi antara masyarakat Tionghoa dan penduduk “pribumi” di Indonesia terjadi jauh sebelumnya, namun terbatas pada “tjabang atas masyarakat”. Proses itu tidak terjadi di lapisan bawah. Ong memberi sejumlah contoh tentang beberapa bupati keturunan Tionghoa di Jawa atau anak-anak hasil perkawinan “campur” antara perempuan Tionghoa dan pembesar-pembesar Jawa. Riset Ong itu sebenarnya menggugat pandangan yang menyatakan bahwa masyarakat Tionghoa hanya hidup dan berkembang di dan untuk kalangan Di Sini sendiri tanpa pernah berintegrasi atau peduli dengan pribumi. Kritik yang sungguh menggugah.

Ridwan Samosir Sekretaris Eksekutif Petrasa menyatakan terkait perubahan lingkungan saat ini sudah sangat menghawatirkan, beberapa kejadian yang paling dekat adalah hujan es yang terjadi diSumbul menyebabkan menurunnya hasi panen mereka (petani sumbul) hingga 40%. Ini salah satu dampak perubahan lingkungan yang terjadi dan pertanyaanya siapa yang paling menerima dampak perubahan lingkungan adalah Petani.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *